TANJUNGBALAI – Pasca telah disahkannya tapal batas wilayah dengan Kabupaten Asahan, Pemerintah Kota (Pemko) diminta segera mendata jumlah galangan kapal atau tempat pembuatan kapal kayu di perairan Sungai Asahan yang menjadi wilayah Kota Tanjungbalai. Soalnya, melalui galangan kapal tersebut, diharapkan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tanjungbalai.
“Karena batas wilayah antara Kota Tanjungbalai dengan Kabupaten Asahan telah disahkan, maka, sudah saatnya Pemko Tanjungbalai mendata seluruh keberadaan galangan kapal yang masuk kewilayah Kota Tanjungbalai. Pendataan tersebut sangat diperlukan, agar dapat dilakukan pembinaan sekaligus menarik kontribusi untuk peningkatan PAD Kota Tanjungbalai,” ujar Leiden Butar Butar SE, Wakil Ketua DPRD Kota Tanjungbalai kepada koran ini, Kamis (1/2).
Menurut Leiden Butar Butar, selain keberadaan dari galangan kapal, keberadaan tambatan kapal di perairan muara Sungai Asahan dan Sungai Silau juga dapat dikelola untuk mendulang pendapatan daerah. Karena, ratusan kapal nelayan setiap pulang dari laut akan membutuhkan lokasi untuk sandar atau bertambat.
“Selama ini, keberadaan dari galangan dan tambatan kapal perairan Muara Sungai Asahan itu, tidak bisa dikelola oleh Pemko Tanjungbalai akibat adanya sengketa wilayah dengan Kabupaten Asahan. Oleh karena itu, sejak permasalahan wilayah tersebut sudah selesai pada tahun 2016 lalu, seharusnya Pemko Tanjungbalai sudah mengelola penuh seluruh usaha galangan dan tambatan kapal yang masuk kewilayah hukum Pemko Tanjungbalai,” pungkas Leiden Butar Butar SE.
Seperti diketahui, pada awal tahun 2016 lalu, Tim Penegasan Batas Daerah Kementerian Dalam Negeri RI telah turun ke Tanjungbalai untuk meninjau langsung keberadaan tapal batas antara Kota Tanjungbalai dengan Kabupaten Asahan yang telah lama menjadi permasalahan. Dan pada pertengahan tahun 2016, permasalahan tapal batas tersebut telah diselesaikan, dimana perairan Sungai Asahan mulai dari muara Sungai Silinsing di Kelurahan Selat Tanjung Medan, Datuk Bandar Timur hingga Sungai Rintis di Kelurahan Perjuangan, Kecamatan Teluk Nibung termasuk sebagai wilayah hukum Pemko Tanjungbalai.
Dan diperairan yang menjadi wilayah hukum Pemko Tanjungbalai, ada puluhan galangan untuk pembuatan atau perbaikan kapal dan juga tambatan kapal. Hal inilah, yang diharapkan dapat segera dikelola oleh Pemko Tanjungbalai untuk meningkatkan target PAD bagi Kota Tanjungbalai.
Pengusaha galangan (pembuat) kapal di Tanjungbalai terancam gulung tikar. Soalnya bahan baku kayu, sebagai bagian vital dari usaha ini kini sangat sulit diperoleh pasca semakin ketatnya regulasi pemanfaatan kayu hutan seperti yang ditetapkan pemerintah.
Rahma (32) salah seorang pekerja pembuat kapal di galangan mengatakan, dua tahun terakhir para pengusaha galangan kapal di Tanjungbalai sudah banyak yang gulung tikar.
Ini akibat sulitnya memeroleh bahan baku dalam membuat kapal. Padahal belasan tahun lalu pengusaha galangan kapal memiliki banyak kayu berbagai ukuran untuk membuat kapal sebagai bahan bakunya. Berbagai macam kayu pun didatangkan dari daerah luar, seperti Riau.
Menurutnya, kayu meranti merupakan salah satu jenis kayu yang menjadi pilihan para pengrajin untuk dijadikan sebuah kapal. Mungkin sebelum reformasi para pelaku illegal logging masih sangat mudah untuk menebang dan menjual kayu-kayu tersebut kepada para pengusaha kapal ini.
Namun, kondisi ini berubah setelah berbagai peraturan mulai ditegaskan sehingga para pengusaha kapal ini kesulitan untuk mendapatkan bahan baku. Rahma menambahkan, kini hanya tersisa beberapa galangan kapal yang masih melakukan aktifitas pembuatan kapal di Kota kerang tersebut. Bahkan masing-masing galangan saat ini hanya mengerjakan satu buah kapal, selain kapal-kapal lain yang sedang dalam kondisi perbaikan.
Pantauan wartawan, terlihat pengrajin galangan sedang memotong kayu meranti sisa yang didatangkan tampak tersusun rapi di sebelah kapal yang sedang dikerjakan, ada juga yang tampak bertumpuk tak beraturan di gudang sederhana galangan. Hanya beratapkan seng, tanpa dinding dan berukuran sekitar 7×8 meter, beberapa pekerja juga tampak sibuk mengerjakan kapal lainnya di dermaga galangan untuk diperbaiki.
Sementara Suman salah seorang pengrajin kapal di galangan tersebut, tampak begitu paham mengerjakan tugasnya sebagai perancang sekaligus mengerjakan konstruksi sebuah kapal hingga selesai. Suman mengaku, saat ini ia sedang mengerjakan sebuah kapal bermuatan 600 ton. Kapal tersebut dikerjakannya dari mulai merancang, hingga siap menjadi sebuah kapal.
Semua pekerjaan tersebut harus ia kerjakan sendiri, karena pekerja yang lain bertugas memperbaiki kapal-kapal di dermaga. Memang kapal yang sedang dikerjakannya tersebut tidak besar, namun tetap butuh keahlian khusus untuk mengetahui titik keseimbangan agar bisa menjadi sebuah kapal. Semua itu dikerjakan Suman tanpa bantuan alat modern, kecuali gergaji dan ketam yang menggunakan mesin.
Laki-laki berusia 49 tahun ini mendapatkan keahlian tersebut dari pengalaman ia bekerja selama puluhan tahun sebagai pengrajin kapal. Suman pun sempat bekerja di beberapa galangan yang lain hingga akhirnya tutup.
Untuk mengerjakan kapal berbobot yang sedang ia kerjakan, Suman mengaku bisa menghabiskan waktu hingga satu tahun, karena saat ini ia mengerjakannya sendirian.
Sementara itu, di dermaga galangan terlihat dua buah kapal Tug boat dan satu kapal kayu berbobot 1200 ton sedang diperbaiki, serta satu buah kapal kayu berbobot 600 ton yang datang dari daerah lain untuk dipasangi rumah kapal dan mesin. (ck5/syaf)