Taman Panyabungan, Kelurahan Kayujati, Kecamatan Panyabungan
Kota, Kabupaten Mandailing Natal, sepertinya menjadi rumah bagi mereka, para
wanita rawan sosial ekonomi. Senin (13/2) sore, mereka terlihat melakukan
aktivitas, mulai makan dan tidur.
Kota, Kabupaten Mandailing Natal, sepertinya menjadi rumah bagi mereka, para
wanita rawan sosial ekonomi. Senin (13/2) sore, mereka terlihat melakukan
aktivitas, mulai makan dan tidur.
IN, misalnya. Wanita berusia 20-an tahun itu sedang mengasuh
dua anak lelakinya. IN tak sendiri. Ia bersama adik perempuannya dan seorang
pria, sebut saja Kc.
dua anak lelakinya. IN tak sendiri. Ia bersama adik perempuannya dan seorang
pria, sebut saja Kc.
Sebenarnya, IN memiliki suami bernama ZF. Lelaki yang
menikah perempuan rawan sosial ini bekerja serabutan sebagai pengebor sumur
bor. Dan, penghasilannya tak pasti.
menikah perempuan rawan sosial ini bekerja serabutan sebagai pengebor sumur
bor. Dan, penghasilannya tak pasti.
“Semalam kami berantam. Dia gak kerja. Jadi kutinggal.
Kami (bersama 2 anak) tidur di sini,” katanya yang tanpa canggung menyusui
balitanya.
Kami (bersama 2 anak) tidur di sini,” katanya yang tanpa canggung menyusui
balitanya.
Dari penuturan IN, ia dan adiknya merupakan wanita rawan
sosial. Bila malam tiba, banyak wanita yang menawarkan ‘jasa’ berada di taman
yang dikelilingi bangunan-bangunan instansi dan aparatur negara di pusat Kota
Panyabungan tersebut.
sosial. Bila malam tiba, banyak wanita yang menawarkan ‘jasa’ berada di taman
yang dikelilingi bangunan-bangunan instansi dan aparatur negara di pusat Kota
Panyabungan tersebut.
IN mengaku berkediaman di Taman Panyabungan lantaran tak
memiliki kegiatan di tempat tinggalnya di salahsatu kelurahan di Kecamatan
Panyabungan Kota.
memiliki kegiatan di tempat tinggalnya di salahsatu kelurahan di Kecamatan
Panyabungan Kota.
Sedangkan adik perempuannya, memang tak memiliki tempat
tinggal tetap. Kadang ia tidur bersama di rumah IN, atau bersama-sama di taman
itu.
tinggal tetap. Kadang ia tidur bersama di rumah IN, atau bersama-sama di taman
itu.
Lantas bagaimana dengan lelaki hidung belang yang lalu
lalang mencari perempuan-perempuan di daerah itu?
lalang mencari perempuan-perempuan di daerah itu?
Menurut adiknya IN, wanita-wanita yang berada di tempat itu menentukan
ongkos ‘jasa’ dengan cara berbeda-beda. “Ada yang tukar pakai sabu, ada yang
pakai sinaku (ganja). Ada yang bayar Rp50 ribu. Kamu maunya yang mana? Beda-beda,”
ungkapnya balik bertanya.
ongkos ‘jasa’ dengan cara berbeda-beda. “Ada yang tukar pakai sabu, ada yang
pakai sinaku (ganja). Ada yang bayar Rp50 ribu. Kamu maunya yang mana? Beda-beda,”
ungkapnya balik bertanya.
IN cs menambahkan, seorang janda berinisal UR, malah setiap
hari tinggal menetap dan menjajakan ‘jasa’ di taman itu. Janda yang dimaksudnya
itu berasal dari salahsatu desa di Kecamatan Puncak Sorik Marapi.
hari tinggal menetap dan menjajakan ‘jasa’ di taman itu. Janda yang dimaksudnya
itu berasal dari salahsatu desa di Kecamatan Puncak Sorik Marapi.
Sementara 3 anak UR, setiap waktu bersamanya, meski kadang
ditinggalnya di taman itu bila ‘pasien’ yang menawarinya menemui kata sepakat.
ditinggalnya di taman itu bila ‘pasien’ yang menawarinya menemui kata sepakat.
“Sebenarnya lima anaknya. Dua lagi ada sama suaminya.
Orangnya gak pernah mandi, tapi ini mereka pergi mandi ke arah Hutabargot, sama
anak punk itu,” kata wanita yang memiliki rambut panjang dengan kondisi kusam
menjingga itu.
Orangnya gak pernah mandi, tapi ini mereka pergi mandi ke arah Hutabargot, sama
anak punk itu,” kata wanita yang memiliki rambut panjang dengan kondisi kusam
menjingga itu.
Tak jauh dari dua wanita, dua anak dan seorang lelaki
setengah tua itu, ada seorang wanita tuna wisma, tampak terbaring di dinding-dinding
pancuran air. Ia tak menyahut, saat disapa. Dari batang-batang pohon, terlihat
penghuni di taman itu menyangkutkan barang kebutuhan mereka, seperti piring
plastik dan lauk makan serta pakaian.
setengah tua itu, ada seorang wanita tuna wisma, tampak terbaring di dinding-dinding
pancuran air. Ia tak menyahut, saat disapa. Dari batang-batang pohon, terlihat
penghuni di taman itu menyangkutkan barang kebutuhan mereka, seperti piring
plastik dan lauk makan serta pakaian.
Abdi alias Kuncup. Seorang tuna wisma yang juga memiliki
lokasi ‘kekuasaan’ di salahsatu bagian kursi taman itu tampak tengah diam di
kursi lainnya di dekat pintu masuk dari arah Timur atau dari muka Rumah Sakit
Umum Daerah Panyabungan.
lokasi ‘kekuasaan’ di salahsatu bagian kursi taman itu tampak tengah diam di
kursi lainnya di dekat pintu masuk dari arah Timur atau dari muka Rumah Sakit
Umum Daerah Panyabungan.
Dari penuturannya, ia sudah lama tidak memiliki rumah dan
tempat tinggal bersama keluarga lainnya. Sedangkan untuk anak-anak dan istri,
masih dari pengakuannya, semuanya tinggal di luar Pulau Sumatera.
tempat tinggal bersama keluarga lainnya. Sedangkan untuk anak-anak dan istri,
masih dari pengakuannya, semuanya tinggal di luar Pulau Sumatera.
“Di Jakarta. Ada dua anakku. Istriku? tidak ada,” jawabnya
dingin dan sorot mata tajam lurus sembari ia memukul-mukulkan stik besi di
tangannya pada tanah di sekitar ia terduduk.
dingin dan sorot mata tajam lurus sembari ia memukul-mukulkan stik besi di
tangannya pada tanah di sekitar ia terduduk.
Pengamat Sosial Baun Aritonang, sampai saat ini belum
melihat adanya itikad baik dari Pemda tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial. Bagaimana tidak, sebab sampai saat ini belum ada satu Perbup/Perda yang
membahas tentang nasib PMKS di Kabupaten ini.
melihat adanya itikad baik dari Pemda tentang Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial. Bagaimana tidak, sebab sampai saat ini belum ada satu Perbup/Perda yang
membahas tentang nasib PMKS di Kabupaten ini.
“Saya melihat dari semua lini, yang dibahas masihlah rencana
fiskal, belum mengarah pada fundamental cita cita pembentukan NKRI, agar rakyat
tidak bodoh, sakit dan tidak lapar. Belum ada satu nama pun pos anggaran di
APBD Madina yang berpihak pada konsistensi 0,1 persen anggaran untuk percepatan
kesejahteraan daerah,” kata pekerja sosial itu. (san/int)
fiskal, belum mengarah pada fundamental cita cita pembentukan NKRI, agar rakyat
tidak bodoh, sakit dan tidak lapar. Belum ada satu nama pun pos anggaran di
APBD Madina yang berpihak pada konsistensi 0,1 persen anggaran untuk percepatan
kesejahteraan daerah,” kata pekerja sosial itu. (san/int)