Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, membuat kebijakan tentang pengalihan Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara ke Tanjung Priok terhadap kegiatan ekspor-impor. Kondisi itu sangat merugikan bagi Sumatera Utara (Sumut).
“Kebijakan itu merupakan kerugian besar bagi Sumut,” ujar Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien menanggapi kebijakan Menhub.
Menurut Johan, apabila Kuala Tanjung tetap menjadi pelabuhan peti kemas internasional, maka nantinya akan memberi kontribusi lebih besar terhadap pandapatan anggaran daerah (PAD).
Selain itu, juga pertumbuhan ekonomi bisa menggeliat.
“Sumut semakin dikenal dikancah internasional. Tapi, ternyata ini tidak terjadi dan kelas Sumut tidak berkembang,” cetusnya.
Diutarakan dia, kebijakan Menhub itu kontradiktif dengan Pepres No. 32/2011 tentang MP3EI Tahun 2011–2025. Di mana, Pelabuhan Bitung dan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan hub internasional (ekspor-impor).
Seharusnya, Menhub meminta persetujuan dulu kepada presiden untuk menarik peraturannya (Perpres). Setelah disetujui, barulah mengeluarkan keputusan.
“Jangan aturan ditabrak-tabrak begitu saja tanpa mengikuti prosedur atau aturan main. Untuk itu, Pemprov Sumut harus mempertahankan apa yang ditetapkan oleh Perpres. Sebab, peraturan tersebut (Perpres) tidak mungkin dikeluarkan tanpa pengkajian lebih dalam,” cetus Johan Brien yang dihubungi melalui sambungan telepon.
Gubernur Sumut H T Erry Nuradi menyatakan, akan melakukan protes terhadap kebijakan tersebut. Kata Erry, protes itu nantinya disampaikan setelah selesai membicarakan dengan semua instansi dan stake holder yang berkaitan.
“Nantinya akan kita sampaikan surat kepada pemerintah pusat (Menteri Perhubungan) agar meninjau kembali kebijakannya. Sebab, ini berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia Bagian Barat supaya tidak ada lagi biaya tinggi, dan tidak harus ke Jakarta lagi.”
“Dengan begitu, akan menjadi sentralistik kembali. Makanya, harapan kita, Kuala Tanjung bisa dimaksimalkan,” ungkap Gubernur Sumut ketika diwawancarai disela-sela Pertemuan Awal Tahun Pelaku Industri Jasa Keuangan, di Hotel Santika Syandra, Selasa (24/1).
Oleh karena itu, sambung Erry, dia berharap kebijakan Menhub yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.901/2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) Tahun 2016, bisa diperbaiki. Sehingga, bisa membuat pelabuhan di Sumut menjadi pusat ekspor impor di wilayah Indonesia bagian barat.
“Kita berharap pemerintah juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah barat. Apalagi Kuala Tanjung merupakan pusat industri strategis kita. Jadi, tidak hanya satu pelabuhan untuk ekspor dan impor,” ujar Erry.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan akhirnya melimpahkan status pelabuhan hub internasional peti kemas di wilayah barat Indonesia kepada Pelabuhan Tanjung Priok, dari sebelumnya Kuala Tanjung, Sumatra Utara.
Peralihan status pelabuhan pengumpul atau hub internasional itu melalui Keputusan Menteri Perhubungan No.901/2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) Tahun 2016.
Dalam beleid tersebut, Pelabuhan Kuala Tanjung yang semula ditetapkan sebagai pelabuhan hub internasional kini hanya ditempatkan sebagai pelabuhan internasional saja.
Beleid yang diteken Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi itu menyebutkan wacana Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan hub internasional peti kemas tidak tepat.
Penyebabnya, penerapan kebijakan semua arus peti kemas ekspor dan impor melalui pelabuhan di Sumatra itu akan menyebabkan biaya total transportasi meningkat 1,31%.
Hal itu diakibatkan arus lalu lintas truk yang lebih tinggi yang mengakses Pelabuhan Kuala Tanjung dari Jawa dan Sumatera.
“Dengan demikian, sudah tepat kebijakan pemerintah dalam Perpres No. 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.”
“Yaitu yang antara lain menetap kan fungsi Pelabuhan Internasional Kuala Tanjung, Sumatera Utara sebagai pelabuhan internasional dan bukan sebagai pelabuhan hub internasional,” kata Menhub dalam beleid yang diteken 30 Desember 2016.
Menyikapi sikap protes yang ditunjukkan masyarakat Sumatera Utara soal pengalihan hub pelabuhan Kuala Tanjung ke Tanjung Priok, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menjelaskan, pemindahan ini bersifat sementara. Kajiannya baru diputuskan pada Februari 2017 mendatang.
Dijelaskannya, perpindahan ini dilakukan lantaran pembangunan Kuala Tanjung yang belum rampung. Dipastikan bila pembangunan selesai, maka Kuala Tanjung difungsikan menjadi hub internasional juga.
Selain itu, lanjut dia, aturan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 901/206 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) masih bisa direvisi pada masa mendatang. Karenanya, Budi menilai tak perlu ada polemik berkepanjangan.
“Itu sifatnya sementara, temporary saja. Nanti kalau Kuala Tanjung eksis, dua tahun lagi, kita fungsikan sebagai hub juga,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Dia mengungkapkan, lokasi Kuala Tanjung yang berada paling dekat dengan negara-negara Asia Tenggara menjadikannya sangat strategis. Sehingga, dengan status hub nanti tentu bisa terpangkas signifikan.
Sementara itu, alasan pemilihan Tanjung Priok sebagai lokasi pengalihan karena dianggap paling siap menjadi pelabuhan pengumpul untuk peti kemas. Sarana dan prasarana sudah mumpuni untuk bisa menampung kapal-kapal berukuran besar. Apalagi dengan pengoperasian terminal baru, terminal Kalibaru.
Meski bersifat sementara, keputusan ini masih menimbulkan polemic di kalangan pengusaha. Timbul kekhawatiran soal nasib kegiatan ekspor/impor mereka di Medan. Sebab, bila harus melalui Tanjung Priok terlebih dahulu, tentu akan memakan biaya lebih besar.
Merespon hal ini, Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Mauritz Sibarani memastikan hal itu tak perlu terjadi. Dia mengatakan, ekpor dari Medan menuju China atau lokasi lainnya bisa dilakukan langsung dari Belawan.
”Memang ada yang beranggapan begitu. Tapi ini bisa langsung dari Belawan,” ungkapnya saat dihubungi.
Dia menyampaikan, tidak semua barang harus melalui priok. Namun diharapkan, barang-barang di sekitar pelabuhan tanjung priok, sepeti Panjang, Palembang dan lainnya bisa terkonsolidasi di Tanjung Priok.
”Jadi kalau barang di sekitar Belawan bisa dari pelabuhan Belawan,” katanya.
Terkait progrees pembangunan Kuala Tanjung, Mauritz menyebut saat ini untuk pelabuhan multipurpose terus berjalan. Terminal Multipurpose merupakan pelabuhan dengan bermacam-macam komoditi barang impor dan ekspor dalam suatu kegiatan. Ditargetkan, pembangunan rampung tahun ini. Sementara, untuk terminal yang melayani peti kemas masih dalam tahap perencanaan.
Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) dan DPRD Sumut didesak segera menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi), terkait pengalihan pelabuhan pengumpul atau hub internasional dari Kuala Tanjung ke Tanjung Priok.
Wakil Ketua Apindo Sumut, Johan Brien berharap, Gubsu dan pimpinan DPRD Sumut dapat menyampaikan secara langsung surat protes kepada presiden, terkait pengalihan tersebut.
Sebab, kebijakan Menhub itu sudah melanggar Peraturan Presiden (Perpres) No. 32/2011 tentang MP3EI Tahun 2011–2025. Di mana, Pelabuhan Bitung dan Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai pelabuhan hub internasional peti kemas (ekspor-impor).
“Perlu kajian mendalam (kebijakan Menhub). Bagaimana tidak, sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan Kuala Tanjung, kalau tidak salah sekitar Rp54 triliun. Lalu, bagaimana investor yang sudah menanamkan modalnya di sana? Kemudian, investor yang akan datang bagaimana? Jadi, kebijakan tersebut jelas menimbulkan kerugian besar bagi Sumut,” ungkap Brien kepada Sumut Pos, Kamis (26/1).
Dia menyebutkan, selain menimbulkan kerugian, kebijakan Menhub itu memberi gambaran kepada pemerintah, tidak ada kepastian regulasi atau kebijakan. Oleh karenanya, investor melihat Indonesia ini ‘lucu’. Belum lagi dampaknya terhadap Sei Mangke yang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
“Pemprov Sumut dan anggota dewan (DPRD Sumut serta DPD asal Sumut) segera menghadap ke presiden untuk mengkaji kebijakan Menhub itu. Karena, patut diduga dan dipertanyakan kenapa bisa mengambil langkah seperti itu. Padahal, sudah jelas-jelas ada Perpres,” sebut Brien.
Ia menambahkan, Menhub seharusnya melakukan pertemuan terlebih dahulu dengan memanggil gubernur dan bupati bila ingin mengeluarkan kebijakan tersebut. Artinya, sebagai pimpinan, menteri seharusnya ada melakukan komunikasi kepada kepala daerah.
Sementara, Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Sumut Hasban Ritonga menyampaikan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan argumentasi sebagaimana disampaikan Gubernur Sumut sebelumnya. “Kita sedang membuat semacam argumentasi dalam rangka berkomunikasi dengan Kemenhub,” ujar Hasban, Kamis (26/1).
Argumentasi dimaksud adalah memperkuat alasan bahwa proyek pembangunan pelabuhan internasional (hub port international) Kuala Tanjung layak dan sangat perlu dilanjutkan. Menurutnya, protes Gubernur juga merupakan protes masyarakat Sumut.
“Apa yang disampaikan Gubernur adalah harapan kita semua, harapan masyarakat Sumut,” katanya.
Hasban menjelaskan, proyek pelabuhan Kuala Tanjung telah diagendakan selama ini Sera bagian dari prioritas Presiden RI Joko Widodo di Sumut. Apalagi kajian untuk itu katanya, sudah sempurna, dari semua aspek.
“Kuala Tanjung itu sangat strategis, faktor pendukung sudah memenuhi, potensi yang ada di Sumut saja, cukup besar,” katanya yang menganggap keberadaan pelabuhan internasional Kuala Tanjung juga mendukung perekonomian untuk Sumatera Barat dan Riau. Pihaknya juga berencana membicarakan hal ini kepada legislatif serta seluruh stakeholder.
Anggota DPD RI asal Sumut, Dedi Iskandar Batubara menyatakan, sangat disayangkan kebijakan Menhub yang terkesan mendadak dikeluarkan. Hal ini berarti di luar dari rencana yang sudah dibangun sejak awal. Di mana, Pelabuhan Kuala Tanjung diharapkan menjadi salah satu pelabuhan hub internasional peti kemas.
“Kondisi wilayah Indonesia begitu luas yang memiliki banyak pulau, tidak hanya terpusat di Pulau Jawa saja (terkait ekspor impor). Untuk itu, pulau lainnya juga harus ada sentralnya sehingga lebih efisien proses distribusi. Oleh sebab itu, pemerintah harus membagi kewenangan soal hub internasional,” sebut Dedi.
Ia berpendapat, apabila peran Kuala Tanjung tidak lagi sebagai pelabuhan kegiatan ekspor impor, maka nantinya tidak naik kelas. Dengan kata lain, tidak ada peningkatan. Padahal, dengan rencana awal menjadikan Kuala Tanjung sebagai salah satu pelabuhan yang melayani kegiatan ekspor impor, dapat memberikan dampak positif yang besar terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.
“Kebijakan yang dikeluarkan ini bukan kali pertama dilakukan oleh pemerintah pusat. Sebab, sebelumnya pemerintah pusat juga pernah mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang teramat sering dadakan dan tiba-tiba. Tak hanya dadakan, kebijakannya juga kerap terbentur dengan rencana awal. Oleh karenanya, kebijakan yang seperti itu sebenarnya tidak boleh terjadi,” jelas Dedi.
Disinggung apakah akan melayangkan protes, Dedi mengaku akan mempelajarinya lebih dalam. Setelah itu, dia akan menggunakan haknya untuk mempertanyakan kepada Menhub.
“Kebijakan Menhub itu menyangkut kepentingan yang sangat besar demi meningkatkan pembangunan di daerah, khususnya Sumut,” pungkas Dedi. (mia/fir/sdf/int)