RANTAU – Masyarakat
Labuhanbatu resah, karena pengusaha bengkel mobil tidak memperhatikan limbah
yang tercecer di depan bengkel hingga ke jalan umum dan selokan/parit.
Labuhanbatu resah, karena pengusaha bengkel mobil tidak memperhatikan limbah
yang tercecer di depan bengkel hingga ke jalan umum dan selokan/parit.
Hal tersebut seperti dikatakan
Hendro Nasution (33) bersama tiga orang temannya yang sehari-hari melintasi
jalan inti Kota Rantauprapat, Kamis (5/1). Hendro mengatakan, ada beberapa
pengusaha bengkel mobil tidak memperhatikan soal pembuangan limbah maupun
kebersihan tempat usaha mereka, sehingga terlihat kotor hingga berbahaya bagi
lingkungan maupun masyarakat, serta merusak pemandangan kota.
Hendro Nasution (33) bersama tiga orang temannya yang sehari-hari melintasi
jalan inti Kota Rantauprapat, Kamis (5/1). Hendro mengatakan, ada beberapa
pengusaha bengkel mobil tidak memperhatikan soal pembuangan limbah maupun
kebersihan tempat usaha mereka, sehingga terlihat kotor hingga berbahaya bagi
lingkungan maupun masyarakat, serta merusak pemandangan kota.
“Setiap hari kami
melintas di daerah inti Kota Rantauprapat, kami melihat limbah dari bengkel
mobil yang tercecer ke jalan umum dan bisa saja itu merusak lingkungan. Salah
satunya kita lihat di daerah Jalan Ahmad Yani yang merupakan jalan inti Kota
Rantauprapat. Ini jelas sangat tidak enak dipandang mata,” kata Hendro.
melintas di daerah inti Kota Rantauprapat, kami melihat limbah dari bengkel
mobil yang tercecer ke jalan umum dan bisa saja itu merusak lingkungan. Salah
satunya kita lihat di daerah Jalan Ahmad Yani yang merupakan jalan inti Kota
Rantauprapat. Ini jelas sangat tidak enak dipandang mata,” kata Hendro.
Hendro menambahkan,
seharusnya pemerintah memperhatikan hal itu melalui dinas terkait, supaya Kota
Rantauprapat terlihat bersih dan indah.
seharusnya pemerintah memperhatikan hal itu melalui dinas terkait, supaya Kota
Rantauprapat terlihat bersih dan indah.
“Hal ini seharusnya
menjadi tanggung jawab pemkab Labuhanbatu,” Lanjutnya.
menjadi tanggung jawab pemkab Labuhanbatu,” Lanjutnya.
Hal senada juga sampaikan
Kurnia (36) warga Padang Bulan, Rantauprapat. Menurutnya, para pengusaha
bengkel mobil seharusnya memperhatikan masalah pembuangan limbah dan kebersihan
tempat usahanya. Apalagi bengkel yang buka di tengah kota.
Kurnia (36) warga Padang Bulan, Rantauprapat. Menurutnya, para pengusaha
bengkel mobil seharusnya memperhatikan masalah pembuangan limbah dan kebersihan
tempat usahanya. Apalagi bengkel yang buka di tengah kota.
“Saya berharap pemerintah
memberikan teguran untuk hal ini. Kami sebagai masyarakat Labuhanbatu meminta
pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menertibkan bengkel mobil yang
beroperasi di tengah kota dan membuang limbah bengkel sembarangan, dengan
memberikan teguran kepada pengusaha bengkel tersebut,” ujarnya.
memberikan teguran untuk hal ini. Kami sebagai masyarakat Labuhanbatu meminta
pemerintah mengambil tindakan tegas untuk menertibkan bengkel mobil yang
beroperasi di tengah kota dan membuang limbah bengkel sembarangan, dengan
memberikan teguran kepada pengusaha bengkel tersebut,” ujarnya.
Pantauan Metro terlihat salah
satu bengkel mobil yang sedang beroperasi di Jalan A.Yani Rantauprapat tidak
memperhatikan kebersihan lingkungan. Di mana pihak pengelola bengkel membuang
limbah bengkelnya sembarangan. Padahal ini dapat membahayakan pengendara yang
melintas di jalan tersebut.
satu bengkel mobil yang sedang beroperasi di Jalan A.Yani Rantauprapat tidak
memperhatikan kebersihan lingkungan. Di mana pihak pengelola bengkel membuang
limbah bengkelnya sembarangan. Padahal ini dapat membahayakan pengendara yang
melintas di jalan tersebut.
Terpisah Ketua komisi D DPRD
Labuhanbatu Akhmat Saipul Sirait saat dimintai tanggapannya mengatakan bahwa
limbah apapun tidak boleh dibuang sembarangan, karena bisa merusak lingkungan,
apalagi di daerah inti kota. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan
lingkungan daerah kota. Bagi yang melanggar seharusnya diberikan sanksi yang
tegas, seperti mencabut izin usaha.
Labuhanbatu Akhmat Saipul Sirait saat dimintai tanggapannya mengatakan bahwa
limbah apapun tidak boleh dibuang sembarangan, karena bisa merusak lingkungan,
apalagi di daerah inti kota. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan
lingkungan daerah kota. Bagi yang melanggar seharusnya diberikan sanksi yang
tegas, seperti mencabut izin usaha.
“Kalau ada pengusaha
yang sembarangan membuang limbah, pemerintah seharusnya memberikan sanksi tegas
kepada mereka, karena dapat mencemari lingkungan sekitar,” katanya.
yang sembarangan membuang limbah, pemerintah seharusnya memberikan sanksi tegas
kepada mereka, karena dapat mencemari lingkungan sekitar,” katanya.
Ditambahkannya, sesuai Pasal
1 angka (22) UUPPLH, pengertian Limbah B3 adalah: “sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3”, sedangkan pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) menurut Pasal 1 angka (21) UUPPLH, adalah: “zat, energi, dan/atau komponen
lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.”
1 angka (22) UUPPLH, pengertian Limbah B3 adalah: “sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3”, sedangkan pengertian Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3) menurut Pasal 1 angka (21) UUPPLH, adalah: “zat, energi, dan/atau komponen
lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.”
Dengan mengacu pada ketentuan
di atas, ternyata oli bekas merupakan salah satu jenis limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3), sehingga dalam pengusahaannya diperlukan izin dari pemerintah
sesuai dengan lingkup atau cakupan usahanya. Bila pengumpulan dilakukan secara
nasional, maka izin dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, sedang yang
berskala provinsi dilakukan oleh Gubernur, demikian juga bila skalanya
kabupaten/kotamadya, maka izin dikeluarkan oleh Bupati/Walikota.
di atas, ternyata oli bekas merupakan salah satu jenis limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3), sehingga dalam pengusahaannya diperlukan izin dari pemerintah
sesuai dengan lingkup atau cakupan usahanya. Bila pengumpulan dilakukan secara
nasional, maka izin dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, sedang yang
berskala provinsi dilakukan oleh Gubernur, demikian juga bila skalanya
kabupaten/kotamadya, maka izin dikeluarkan oleh Bupati/Walikota.
Dalam Pasal 1 poin 23 UUPPLH
dinyatakan bahwa Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, penganngkutan, pemanfaatan, pengolahan
dan/atau peniumbunan.
dinyatakan bahwa Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, penganngkutan, pemanfaatan, pengolahan
dan/atau peniumbunan.
Didalam Pasal 59 (4) UUPPLH
dinyatakan bahwa: Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
dinyatakan bahwa: Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Dalam lampiran Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup RI No. 02 tahun 2013, dinyatakan bahwa: Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi:
Menteri Lingkungan Hidup RI No. 02 tahun 2013, dinyatakan bahwa: Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup meliputi:
a. Izin Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun yang meliputi:
Bahan Berbahaya dan Beracun yang meliputi:
a. izin
penyimpanan limbah B3
penyimpanan limbah B3
b. izin
pengumpulan limbah B3
pengumpulan limbah B3
c. izin
pemanfaatab limbah B3
pemanfaatab limbah B3
d. izin
penyimpanan limbah B3
penyimpanan limbah B3
e. izin
pengolahan limbah B3
pengolahan limbah B3
f. izin
penimbunan limbah B3
penimbunan limbah B3
Lalu apa konsekwensi hukumnya
apabila seseorang atau suatu badan hukum tidak memiliki izin dalam berusaha
pengelolaan oli bekas, maka berdasarkan ketentuan Pasal 102 UUPPLH, dinyatakan
bahwa, setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 tahun dan paling lama 3 tahun dan
denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
apabila seseorang atau suatu badan hukum tidak memiliki izin dalam berusaha
pengelolaan oli bekas, maka berdasarkan ketentuan Pasal 102 UUPPLH, dinyatakan
bahwa, setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat
1 tahun dan paling lama 3 tahun dan
denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
Hal ini telah pula ditetapkan
dalam Pasal 63 PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun (PPLB3), yang berbunyi:
dalam Pasal 63 PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Berbahaya dan
Beracun (PPLB3), yang berbunyi:
“Barang siapa yang melanggar
ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 19,
Pasal 20, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal
60 yang mengakibatkan dan/atau dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup diancam dengan pidana sebagaimana diatur pada Pasal 41, Pasal
42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, asal 46, dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
ketentuan Pasal 3, Pasal 4, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 19,
Pasal 20, Pasal 30, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 36, Pasal 37, Pasal 39, dan Pasal
60 yang mengakibatkan dan/atau dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup diancam dengan pidana sebagaimana diatur pada Pasal 41, Pasal
42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, asal 46, dan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), dengan demikian sejak berlakunya
UUPPLH tanggal 3 Oktober 2009, maka ancaman pidana sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 63 PPLB3 yaitu ketentuan pidana yang diatur dalam UUPPLH.
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, telah dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), dengan demikian sejak berlakunya
UUPPLH tanggal 3 Oktober 2009, maka ancaman pidana sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 63 PPLB3 yaitu ketentuan pidana yang diatur dalam UUPPLH.
“Disitu jelas ada sanksi
nya,” tambahnya.
nya,” tambahnya.
Sementara itu Kepala Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Labuhanbatu Bidang Pengawasan Rusli, sampai saat ini
belum berhasil di konfirmasi, walaupun sudah dicoba dihubungi melalui
selulernya, tetapi tidak ada jawaban.
Lingkungan Hidup Kabupaten Labuhanbatu Bidang Pengawasan Rusli, sampai saat ini
belum berhasil di konfirmasi, walaupun sudah dicoba dihubungi melalui
selulernya, tetapi tidak ada jawaban.
Saat hal ini coba
dikonfirmasi kepada pihak pengelola bengkel, menurut karyawannya bos mereka
sedang keluar. (bud/syaf)
dikonfirmasi kepada pihak pengelola bengkel, menurut karyawannya bos mereka
sedang keluar. (bud/syaf)
Teks foto
Karyawan bengkel di Jalan
Ahmad Yani sedang memperbaiki mobil. Tampak limbah oli dibuang sembarangan di
jalan. (Budi/RANTAU)
Ahmad Yani sedang memperbaiki mobil. Tampak limbah oli dibuang sembarangan di
jalan. (Budi/RANTAU)