Cerita main hakim sendiri ini bermula ketika pria tanpa identitas yang mengenakan sweater berwarna biru itu, diketahui hendak masuk ke rumah Pak Gino di dusun itu. Namun, pria yang memiliki ciri-ciri; badan tambun dan daun telinga sebelah kiri cacat itu, tepergok Herman (35), menantu pemilik rumah yang hendak masuk rumah.
Keduanya berpapasan. Herman kaget. Pria bersweater biru itu kaget. Lalu, mengacungkan obeng yang dibawanya dan mengancam Herman. Kemudian melarikan diri ke arah perkebunan karet milik warga.
Setelah berhasil menguasai kagetnya, Herman kemudian berteriak maling, maling, maling, hingga membangunkan warga yang terlelap. Tak butuh waktu lama, warga pun berkumpul dan langsung melakukan pengejaran.
Sekitar setengah jam mencari, seorang warga menemukan pria bersweater biru itu, di bawah pohon karet perkebunan karet milik warga, dekat jalan menuju luar dusun.
Massa yang terlanjur emosi karena akhir-akhir ini sering terjadi pencurian, langsung mengamuk. Massa memukuli pria bersweater biru itu hingga sekarat, bahkan ada yang menyalakan api ke tubuh korban.
Melihat massa semakin menjadi, kepala dusun dan tokoh masyarakat berusaha menghentikan aksi tersebut. Mereka pun menghubungi polisi. Tak berselang lama, sejumlah personel polisi dari Polres Psp turun ke lokasi.
Selanjutnya, membawa pria bersweater biru itu ke rumah sakit. Begitu sampai di IGD RSUD Kota Psp, atau sekira pukul 04.00 WIB, pria itu menghembuskan nafas terakhir.
Menurut kepala dusun, Tumin (46), sekira pukul 00.30 WIB, pencuri itu hendak beraksi. Namun, aksinya gagal karena menantu pemilik rumah berteriak sehingga mengundang perhatian warga.
“Mau mencuri ke rumah Pak Gino. Ditanya mau ngapai? Pelaku malah mengancam pakai obeng, lalu kabur. Anak yang punya rumah itu pun langsung berteriak maling,” tuturnya kepada Metro Tabagsel saat ditemui di beranda IGD RSUD.
“Pencurian di dusun sudah sering dan meresahkan masyarakat. Sebulan terakhir ini, sudah terjadi tiga kali. Begitu pun tahun-tahun lalu, warga biasa kehilangan sepeda motor,” tandas Tumin.
Sementara itu, Semi, istri Herman, yang juga putri Pak Gino, menyebut, dalam seminggu terakhir, rumah ayahnya itu, hanya ditinggali dua adiknya. Sebab, ayahnya (Gino,red) sudah seminggu berada di gunung bercocok tanam.
“Cuma dua adikku di situ (rumah),” terangnya yang masih menunggu suaminya pulang dari pemeriksaan di Polres Psp.
Hingga berita ini ditulis, identitas pria bersweater yang dimassa hingga tewas itu, belum dikenali. Namun, ada satu unit sepedamotor Yamaha Mio berwarna hitam tanpa plat yang disinyalir menjadi bahan petunjuk bagi kepolisian untuk mengungkap identitasnya.
Menurut Rita, seorang warga dari Dusun II Desa Manunggang Jae. Yamaha Mio itu telah terparkir di Kebun Sawit milik PTPN pinggiran Jalan Mangaraja Imbang. Pada Jumat sore, polisi mulai mengangkut motor tersebut ke Mapolres Kota Psp untuk penyelidikan.
Menurut Polisi yang bertugas saat itu, sepedamotor diduga kuat milik pria bersweater karena dari pukul 06.00 WIB dilihat warga hingga sore hari, belum ada warga yang kemungkinan pemilknya menggeser sepedamotor bercat hitam itu.
Bahkan, posisi sepedamotor yang berada di kebun dan mengarah ke jalan juga menjadi dugaan kuat. Apalagi arah lurus motor mengarah tepat ke Dusun dimana Mr X ditemukan saat diduga hendak melakukan pencurian.
“Hasil dari pemeriksaan Sepeda motor belum ada identitas nya. Kemungkinan milik si korban. Usia pria ini berkisar 27 tahun. Barangbukti yang telah diamankan kreta yang tadi. Dan, tas korban berisi pakaian, di TKP diamankan obeng 2 unit. Kayu ada empat diamankan, diduga kuat untuk memukul,” terang Kasat Reskrim Polres Kota Psp, AKP Zul Efendi.
Untuk ciri-ciri fisik, pria bersweater memiliki tanda di daun telinga kiri yang mengalami cacat bawaan lahir, tubuh tambun, dan rambun lebat ikal. Kondisinya sendiri cukup mengenaskan, sebagian besar tubuhnya mengelupas karena terbakar, kemudian pada wajah babak belur dan lecet pada kaki. (san)