KISARAN– Sebulan terakhir, gelombang tinggi dan musim badai melanda wilayah perairan Asahan dan Batubara. Ratusan nelayan di wilayah itu tidak berani melaut. Dampaknya, harga ikan naik.
Salah seorang pedagang ikan Hamdan (43), warga Jalan Patimura, Kelurahan Kisaran Barat, menyebutkan, harga ikan gembung kuring, seminggu sebelumnya masih Rp30 ribu per kg, kini naik menjadi Rp36 ribu per kg. Kemudian ikan gembung gepeng, seminggu sebelumnya Rp26 ribu kini naik menjadi Rp30 ribu per kg, ikan senangin seminggu yang lalu Rp35 ribu, sekarang menjadi Rp40 ribu per kg.
Lalu, disusul ikan kelotok seharga Rp22 ribu kini menjadi Rp28 ribu per kg, ikan pari seram, seminggu yang lalu Rp26 ribu kini menjadi Rp30 ribu per kg. Yang paling tajam kenaikannya, udang swallow, seminggu yang lalu Rp45 ribu per kg kini menjadi Rp60 ribu per kg dan udang kelong, seminggu yang lalu Rp90 ribu kini menjadi Rp120 ribu per kg. Namun, walau harga ikan naik, Hamdan tetap menjalankan usaha dagang ikan yang telah dirintisnya sejak tahun 1992 itu.
‘’Kita tidak bisa berbuat apa-apa. Bulan ini cuaca di laut tidak bersahabat karena musim badai, sehingga nelayan-nelayan kecil tidak berani melaut dan dampaknya harga ikan naik seperti yang abang lihat sekarang,” ujar pedagang, yang sudah puluhan tahun berdagang ikan di bilangan Pajak H Misbah, Kecamatan Kisaran Barat, kepada wartawan, Rabu (7/12).
Dikatakan, dampak dari musim badai di laut Asahan dan Batubara, cukup membuat penderitaan panjang para nelayan di daerah Asahan dan Batubara. Sehingga, harga ikan rata-rata mengalami kenaikan dari Rp5 ribu per kg. ‘’Pasokan ikan juga sangat sedikit bang, karena cuaca buruk banyak nelayan takut ke laut,” keluhnya.
Ia mengatakan, menjadi pedagang ikan juga selalu ada suka dan dukanya. Menurutnya, saat musim badai dan gelombang tinggi akibatnya harga ikan pasti tinggi adalah duka bagi pedagang. Ia menjelaskan, duka karena modalnya tinggi sementara daya beli pelanggan rendah.
Dia mencontohkan dirinya, untuk semua jenis ikan yang dibeli dari ekspedisi totalnya 300 kg. Dengan total itu, dia harus keluar modal sebesar Rp14 sampai Rp16 juta.
‘’Untungnya, kita masih bisa utang. Istilahnya, laku bayar,” ujar Hamdan, didampingi tiga pekerjanya.
Saat ini, dia berdoa agar badai segera berlalu dan pasokan ikan kembali lancar.
‘’Kalau cuaca buruk, bukan hanya nelayan yang menderita, kami juga ikut terkena dampaknya,” ujarnya.
Salah seorang nelayan di Silo Laut, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan, bernama Mahdi (36), kepada wartawan, mengatakan, untuk mempertimbangkan keselamatan diri para nelayan lebih memilih menganggur sementara waktu. Ia menyebutkan, sudah sebulan ini mereka tidak bisa melaut akibat gelombang tinggi dan musim badai.
‘’Sehingga kami tidak berani mengambil resiko dan terpaksa menganggur untuk sementara waktu sampai kondisinya normal kembali,” ujar Mahdi.
Tapi, bagi sebagian nelayan yang memiliki boat besar ada juga yang nekat tetap melaut. Itu pun hasil tangkapannya tidak maksimal, karena tidak bisa melabuhkan jaring di laut lepas akibat ombak yang besar. Kondisi ini diperparah akibat cuaca buruk yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan menurun.
Biasanya kata Mahdi, hasil tangkapan bisa mencapai 25 sampai 35 drum fiber. Namun sekarang hanya 3 drum fiber saja dan ada yang tidak membawa pulang apa-apa.
Nah, untuk memenuhi kebutuhan ikan di Kabupaten Asahan, harus dipasok ikan hasil budidaya tambak dan hasil tangkapan nelayan dari daerah lain. Hal tersebut membuat nelayan merugi, karena untuk sekali melaut harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk keperluan bahan bakar minyak, membeli es batangan dan beberapa kebutuhan lainnya. (mar/dro/ma/int)