tertulis, namun usaha tambang pasir ilegal (tanpa ijin) di depan Gedung Balai
di Ujung Tanjung, lokasi reklamasi Pantai Sungai Asahan/Water Front City (WFC)
tetap beroperasi.
Demikian diungkapkan Camat Tanjungbalai Selatan, Pahala SSTP MM kepada koran
ini, Minggu (27/11).
“Sudah tiga kali kita sampaikan surat teguran agar usaha penambangan
pasir di depan Gedung Balai di Ujung Tanjung itu dihentikan. Namun tetap juga
tidak dipatuhi oleh pengusahanya. Bahkan, kita juga sudah menyurati pihak
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tanjungbalai, agar menindak usaha
tambang pasir ilegal atau tanpa ijin itu. Namun tidak ada tindakan sampai saat
ini,” ujar Pahala.
Menurut Pahala, pihaknya melayangkan surat teguran tersebut melalui
Kelurahan Pantai Burung, sesuai dengan lokasi kegiatan. Bahkan, lanjutnya,
pihaknya sudah pernah didatangi oleh utusan pengelola usaha tambang pasir itu,
dan mengaku sedang mengurus ijin usahanya.
“Utusan pengelola usaha tambang pasir itu sudah datang dan mengaku,
pihaknya saat ini sedang mengurus ijin dari usahanya dan meminta agar usahanya
tetap beroperasi. Namun, saya tetap tidak mengijinkan mereka mengoperasikan
usahanya itu, sebelum ada ijinnya.
Akan tetapi, mereka tetap juga mengoperasikan usaha penambangan pasir itu.
Makanya, kita menyurati Satpol PP, karena kita tidak berkewenangan untuk melakukan
penindakan,” imbuh Pahala.
Sayangnya, Kepala Satpol PP Kota Tanjungbalai, Haykal SSTP, tidak dapat dihubungi terkait dengan tindak
lanjut dari Surat Camat Tanjungbalai Selatan tersebut. Bahkan, saat dihubungi
melalui selularnya, juga tidak ada sambutan walaupun terdengar nada aktif.
Sebelumnya, Nursyahruddin SE, Ketua LSM Merdeka Kota Tanjungbalai kepada
koran ini mengatakan, untuk mengatasi dan menertibkan aksi penambangan pasir
secara ilegal yang akhir-akhir semakin meresahkan, Pemerintah Kota (Pemko)
Tanjungbalai diminta kerjasama dengan aparat penegak hukum yakni kepolisian.
Hal itu sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Maka pelanggaran perizinan dan dampak lingkungan terhadap kedua UU tersebut,
terancam pidana sampai 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.
“Oleh karena itu, terhadap setiap usaha penambangan ilegal, aparat hukum,
termasuk pemerintah langsung bertindak meskipun tidak ada laporan resmi dari
masyarakat. Hal itu juga sesuai dengan amanat PP Nomor 75 Tahun 2001 tentang
Perubahan Pengaturan Pertambangan”, pungkas Nursyahruddin SE. (ck-5/syaf)